Rabu, 02 Juni 2010

surat untuk sauradaku di PALESTINA, nan jauh disana..

Rabu, 2 Juni 2010

Oleh: Julian
Aktivis Badan Koordinsi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) Kota Bandung

Assalamu alaikum wr wb.

Teruntuk Sahabatku dengan Tatapan Kosongnya…

Wahai sahabat…Aku tak pernah tahu siapa namamu. Jangankan menjabat erat tanganmu bertemu pun kita tak pernah. Aku mengenalmu hanya lewat layar kaca dan gambaran di surat kabar terbitan negeriku. Tampak jelas air matamu berlinang ditambah lagi tatapan kosong penuh keputusasaan. Engkau pun sering singgah dalam mimpi panjangku.namun mengapa engkau masih menghiasi mimpi ku dengan raut wajah sedihmu? Sahabatku…sudah tak mampukah engkau tersenyum walau sedetik?
Aku ingin bertanya “Apa kabarmu sahabat?” namun tak usalah aku layangkan pertanyaan itu. Karena tanpa engkau jawab, aku tahu apa jawabmu. Tangisan, jeritan, dan murungnya wajahmu cukup untuk membuatku turut larut dalam penderitaanmu.

Tahukah engkau tersayat perih rasanya hati ini ketika melihat hamparan puing-puing bangunan berserakan. Aku yakin salah satu diantaranya adalah puing reruntuhan rumah megahmu dulu. Terasa ingin aku menjerit ketika melihat jasad bergelimpangan terbungkus kain kafan. Aku yakin sanak saudaramu ada diantaranya, atau mungkin satu dari mereka adalah dirimu wahai sahabatku… Oh tidak…ya Allah…!

Sahabat…mungkin sepucuk surat ini tak mampu hapuskan air matamu. Namun hanya ini yang bisa aku lakukan. Walau kita terpisah dengan luasnya samudra dan panjangnya bentangan daratan, yakinlah air matamu adalah air mataku, duka hatimu adalah perih sanubariku. Karena aku dan kau adalah saudara yang saling menyayangi dalam kasih Ilahi.

Ketika mendengar Palestina, tanah kelahiranmu sekaligus tempatmu mengarungi lika-liku kehidupan, dibombardir oleh zionis Israel, entah sudah berapa kali aku merogok lembaran rupiah dari saku celanaku. Sahabatku… jumlahnya memang tak seberapa jika dibandingkan kepedihan yang Engkau rasakan. Maaf sahabat, hanya itu yang bisa aku lakukan untukmu.

Sebenarnya aku begitu ingin berkunjung ke negerimu. Bahkan jika diizinkan aku ingin menemani hari-hari perjuanganmu dibalik deru “intifadah”. Salut aku melihat anak-anak Palestina tak gentar mempertahankan kehormatan diri dan negeri, walau hanya dengan segenggam batu. Meskipun moncong senjata panser berlapis baja telah ada didepan mata dan siap ditembakkan, mereka seolah tak pernah gentar. Baginya hanya ada dua pilihan hidup mulia atau mati syahid. Sungguh semangat seorang pejuang sejati.

Aku iri, anak-anak sekecil mereka telah mampu berjuang bahkan tak takut mati demi membela kehormatan diri dan keagungan agama Ilahi. Sementara aku hanya seonggok manusia penakut yang belum mampu memberikan karya terbaik untuk kemuliaan agama Allah. Aku malu sahabatku…

Mungkin inilah yang membuat tentara Israel tak mampu mengalahkan kalian. Padahal kalian bukanlah tentara profesional yang memiliki senjata lengkap. Senjata kalian hanyalah batu dan bom Molotov kecil. Namun ternyata itu semua telah membuat mereka gentar. Sahabatku tahukah engkau, ternyata banyak tentara Amerika yang mengurungkan niatnya untuk bertugas didaerahmu karena mereka harus berhadapan dengan orang-orang yang begitu cinta akan kematian. Kecintaan pada kematian ini terus memumcak karena kau dan teman-temanmu yakin bahwa dibalik kematian itu ada surga Allah menanti. Jadi tak ada kata mundur kecuali terus maju berjuang hingga tetes darah pennghabisan, sembari meneriakan “Haarisan aminan lil Islam” Saya siap mati dan berjuang demi islam.

Walaupun aku tak ada di dekatmu sahabat, ketika langit malam Palestina yang kelam gelap berubah menjadi terang benderang akibat bunga api rudal Israel, yakinlah aku pun disini merasakan dentuman ketakutan itu. Panasnya bom fospor putih yang mampu membakar hingga tulangmu pun dapat aku rasakan. Walau kulit ini tak melepuh, walau badan ini tak berdarah, namun hati ini begitu sakit dan marah ketika melihat kau diperlakukan tidak adil.

Sahabat….kepedihan dan rasa ini kian memuncak tatkala mereka telah membantai lebih kurang 1.300 Muslim di Gaza pada tahun 2007, mungkin diantara mereka adalah saudaramu bahkan dirimu. Sebaliknya sahabat… Dunia seolah bungkam seribu bahasa, tatkala moncong rudal dan roket milik zinois ditembakan ke negerimu, dunia tuli tatkala jeritan anak kecil meminta tolong, mereka buta tatkala melihat darah berlumuran di sepanjang jalan, ironis pimpinan sang “polisi dunia” negara paman syam tetap mendukung tindakan kejam Zionis Israel itu.

Ketahuilah sahabat… disini aku dan sahabat-sahabatku kan selalu mendukungmu. Kan Kuteriakan kepada para penguasa di negeriku. WAHAI PENGUASA… kerahkan pasukan selamatkan palestina !!!. Mungkin itulah sahabat yang bisa ku lakukan untuk mendukung “intifadohmu”.

Sahabat tahukah kamu….dipertengahan bulan ini akan datang pemimpin negara paman syam ke negeriku. Aku tahu negera zionis sampai saat ini membunuhi sandaramu dengan dukungan negara adidya tersebut. Oleh karenanya sahabat…sebagai rasa solidaritasku terhadap ikhwah dipalestiana, Aku akan kerahakan sahabat-sahabat yang ada dinegeriku untuk menolak kedatangan presiden negara dan pelindung negara penjajah.

Sahabat... aku berjanji Demi Al Liwa dan Ar Rayah, Sampaikan kapanpun aku takan pernah ridho “bangsa kera” itu meduduki negerimu. Karena negerimu adalah negeriku dan negeriku adalah negerimu, Saudaramu adalah saudaraku dan saudaraku adalah saudaramu. Oleh karena itu sahabat, penderitaanmu adalah bagian dari penderitaanku. ide nasionalisme telah membuat kita terbatas ruang dan waktu.

Sahabat, masih banyak duka hatiku yang ingin ku ceritakan padamu. Namun waktu terus merambat menuju malam yang kian kelam seraya menyambut fajar yang sebentar lagi kan tiba. Aku harus mengakhiri ini semua, karena aku akan beranjak merengkuh secawan air untuk berwudhu dan bersegera sujud bersimpuh di hadapan Allah. Aku yakin disetiap sepertiga malam terakhir ini, Allah menurunkan malaikat-Nya dan Dia akan mengabulkan doa hamba-Nya yang bermohon pada-Nya.

Yakinlah sahabat, aku selalu menghadirkan bayangmu dalam setiap munajat malamku. Semoga Allah segera mengeluarkanmu, keluargamu, dan saudara-saudara kita yang lain dari kesempitan hidup ini. Itulah asa yang selau ada dalam setiap asa doaku.

Pesanku yang terakhir, teruslah berjuang sahabatku, walau disela-sela perjuanganmu engkau harus mengeluh, bahkan sesekali menangis. Sahabat, menangislah jika memang tangisan itu mampu meringankan bebanmu. Namun ingat jika tangisan itu telah usai, lekas hapus air matamu dan kembali bergulat dengan debu-debu perjuangan di tanah suci Palestina.

Aku disini kan selalu menemanimu dengan doa dan asa, Allah telah menjadikan aku dan kau bersaudara. Jika Allah tak memberikan ku kesempatan untuk menjabat erat tanganmu di dunia, maka sempurnakanlah asa kita untuk dipertemukan oleh Allah di depan gerbang surga nantinya, walaupun aku tak pernah tahu siapa namamu…

Sebelum melipat surat ini wahai sahabat, meskipun hati begitu perih, namun tersenyumlah walau sedetik. Karena kami disini kan terus berjuangan demi tegaknya agama Allah dalam naungan khilafah. Khilfahalah yang akan menorehkan senyum abadi disudut bibirmu dan juga secerca harap di sudut keningku…

Wassalamu alaikum wr wb.


Dari sahabatmu di bumi khatulistiwa, yang selau melihat tatapan kosongmu…

Diolah dari tulisan Adiwijaya (Koordinator BKLDK Makasar)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails