Senin, 24 Mei 2010

bagaimana persiapan kaum wanita dalam mendidik anak-anaknya ??

Agar seorang wanita berhasil dalam mengemban tugas dan peran yang sangat mulia itu, maka dia perlu menyiapkan dirinya. Faktor-faktor yang sangat menentukan dalam hal ini, diantaranya:

1. BERUSAHA MEMPERBAIKI DIRI

Faktor ini sangat penting, karena bagaimana mungkin seorang ibu bisa mendidik anaknya menjadi orang yang baik, kalau dia sendiri tidak memiliki kebaikan tersebut dalam dirinya? Sebuah ungkapan Arab yang terkenal mengatakan:

فاقِدُ الشَّيْءِ لا يُعْطِيْهِ

“Sesuatu yang tidak punya (kebaikan dalam dirinya), (maka) tidak bisa memberikan apa-apa”.

Maka kebaikan dan ketakwaan seorang pendidik sangat menetukan keberhasilannya dalam mengarahkan anak didiknya kepada kebaikan. Oleh karena itu, para ulama sangat menekankan kewajiban meneliti keadaan seorang yang akan dijadikan sebagai pendidik dalam agama.

Dalam sebuah ucapannya yang terkenal Imam Muhammad bin Sirin berkata: “Sesungguhnya ilmu (yang kamu pelajari) adalah agamamu (yang akan membimbingmu mencapai ketakwaan), maka telitilah dari siapa kamu mengambil (ilmu) agamamu”.

Faktor penting inilah yang merupakan salah satu sebab utama yang menjadikan para sahabat Nabi menjadi generasi terbaik umat ini dalam pemahaman dan pengamalan agama mereka. Bagaimana tidak? Da’i dan pendidik mereka adalah Rasulullah SAW langsung. Nabi yang terbaik dan manusia yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala, yaitu Nabi kita Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makna inilah yang diisyaratkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

{وكيف تكفرون وأنتم تتلى عليكم آيات الله وفيكم رسوله}

Bagaimana mungkin kalian (wahai para sahabat Nabi), (sampai) menjadi kafir, karena ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian (sebagai pembimbing)” (QS Ali ‘Imraan:101).

Contoh lain tentang peranan seorang pendidik yang baik adalah apa yang disebutkan dalam biografi salah seorang Imam besar dari kalangan tabi’in, Hasan bin Abil Hasan Al Bashri, ketika Khalid bin Shafwan menerangkan sifat-sifat Hasan Al Bashri kepada Maslamah bin Abdul Malik dengan berkata: “Dia adalah orang yang paling sesuai antara apa yang disembunyikannya dengan apa yang ditampakkannya, paling sesuai ucapan dengan perbuatannya, kalau dia duduk di atas suatu urusan maka diapun berdiri di atas urusan tersebut…dan seterusnya”, setelah mendengar penjelasan tersebut Maslamah bin Abdul Malik berkata: “Cukuplah (keteranganmu), bagaimana mungkin suatu kaum akan tersesat (dalam agama mereka) kalau orang seperti ini (sifat-sifatnya) ada di tengah-tengah mereka?”.

Oleh karena itulah, ketika seorang penceramah mengadu kepada Imam Muhammad bin Waasi’ tentang sedikitnya pengaruh nasehat yang disampaikannya dalam merubah akhlak orang-orang yang diceramahinya, maka Muhammad bin Waasi’ berkata, “Wahai Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa keadaan demikian (tidak terpengaruh dengan nasehat yang kamu sampaikan) tidak lain sebabnya adalah dari dalam dirimu sendiri, sesungguhnya peringatan (nasehat) itu jika keluarnya (ikhlas) dari dalam hati maka (akan mudah) masuk ke dalam hati (orang yang mendengarnya)” .


2. MENJADI TELADAN YANG BAIK BAGI ANAK-ANAK

Menampilkan teladan yang baik dalam sikap dan tingkah laku di depan anak didik termasuk metode pendidikan yang paling baik dan utama. Bahkan para ulama menjelaskan bahwa pengaruh yang ditimbulkan dari perbuatan dan tingkah laku yang langsung terlihat terkadang lebih besar dari pada pengaruh ucapan.

Hal ini disebabkan jiwa manusia itu lebih mudah mengambil teladan dari contoh yang terlihat dihadapannya, dan menjadikannya lebih semangat dalam beramal serta bersegera dalam kebaikan.

Oleh karena itulah, dalam banyak ayat al-Qur’an Allah Ta’ala menceritakan kisah-kisah para Nabi yang terdahulu, serta kuatnya kesabaran dan keteguhan mereka dalam mendakwahkan agama Allah Ta’ala, untuk meneguhkan hati Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan mengambil teladan yang baik dari mereka. Allah Ta’ala berfirman,

{وكلا نقص عليك من أنباء الرسل ما نثبت به فؤادك، وجاءك في هذه الحق وموعظة وذكرى للمؤمنين}

“Dan semua kisah para Rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman” (QS Hud:120).

Syaikh Bakr Abu Zaid, ketika menjelaskan pengaruh tingkah laku buruk seorang ibu dalam membentuk kepribadian buruk anaknya, beliau berkata,

“Jika seorang ibu tidak memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan agama), suka berdandan dengan menampakkan (kecantikannya di luar rumah), senang bergaul dengan kaum lelaki yang bukan mahramnya, dan lain sebagainya, maka ini (secara tidak langsung) merupakan pendidikan (yang berupa) praktek (nyata) bagi anaknya, untuk (mengarahkannya kepada) penyimpangan (akhlak) dan memalingkannya dari pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji, berupa (kesadaran untuk) memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), menjaga kehormatan dan kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu, inilah yang dinamakan dengan ‘pengajaran pada fitrah (manusia)’ “.

Sehubungan dengan hal ini, imam Ibnul Jauzi membawakan sebuah ucapan seorang ulama salaf yang terkenal, Ibrahim al-Harbi. Dari Muqatil bin Muhammad al-’Ataki, beliau berkata: Aku pernah hadir bersama ayah dan saudaraku menemui Abu Ishak Ibrahim al-Harbi, maka beliau bertanya kepada ayahku: “Mereka ini anak-anakmu?”. Ayahku menjawab: “Iya”. (Maka) beliau berkata (kepada ayahku): “Hati-hatilah! Jangan sampai mereka melihatmu melanggar larangan Allah, sehingga (wibawamu) jatuh di mata mereka”.


3. MEMILIH METODE YANG BAIK UNTUK PENDIDIKAN ANAK

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin berkata, “Yang menentukan (keberhasilan) pembinaan anak, susah atau mudahnya, adalah kemudahan (taufik) dari Allah Ta’ala, dan jika seorang hamba bertakwa kepada Allah serta (berusaha) menempuh metode (pembinaan) yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan memudahkan urusannya (dalam mendidik anak), Allah Ta’ala berfirman,

{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْراً}

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya” (QS. ath-Thalaaq:4).

Termasuk metode pendidikan yang benar adalah membiasakan anak-anak sejak dini melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya, sebelum mereka mencapai usia dewasa, agar mereka terbiasa dalam ketaatan.

Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani ketika menjelaskan makna hadits yang shahih ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Hasan bin ‘Ali memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan masih kecil, beliau menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah: bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut.

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata, “Termasuk (pembinaan) awal yang diharamkan (dalam Islam) adalah memakaikan pada anak-anak kecil pakaian yang menampakkan aurat, karena ini semua menjadikan mereka terbiasa dengan pakaian dan perhiasan tersebut (sampai dewasa), padahal pakaian tersebut menyerupai (pakaian orang-orang kafir), menampakkan aurat dan merusak kehormatan”.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ketika ditanya: apakah diperbolehkan bagi anak kecil, laki-laki maupun perempuan, untuk memakai pakaian pendek yang menampakkan pahanya? Beliau menjawab: “Sudah diketahui bahwa anak kecil yang umurnya dibawah tujuh tahun, tidak ada hukum (larangan menampakkan) bagi auratnya. Akan tetapi membiasakan anak-anak kecil memakai pakaian yang pendek dan menampakkan aurat (seperti) ini tentu akan membuat mereka mudah (terbiasa) membuka aurat nantinya (setelah dewasa). Bahkan bisa jadi seorang anak (setelah dewasa) tidak malu menampakkan pahanya, karena sejak kecil dia terbiasa menampakkannya dan tidak peduli dengannya… Maka menurut pandanganku anak-anak (harus) dilarang memakai pakaian (seperti) ini, meskipun mereka masih kecil, dan hendaknya mereka memakai pakaian yang sopan dan jauh dari (pakaian) yang dilarang (dalam agama)”.

Seorang penyair mengungkapkan makna ini dalam bait syairnya:

Anak kecil itu akan tumbuh dewasa di atas apa yang terbiasa (didapatkannya) dari orang tuanya

Sesungguhnya di atas akarnyalah pohon itu akan tumbuh

Senada dengan syair di atas, ada pepatah arab yang mengatakan:

“Barangsiapa yang ketika muda terbiasa melakukan sesuatu maka ketika tua pun dia akan terus melakukannya”.


4. KESUNGGUHAN DAN KESERIUSAN DALAM MENDIDIK ANAK

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: “Anak-anak adalah amanah (titipan Allah Ta’ala) kepada kedua orang tua atau orang yang bertanggungjawab atas urusan mereka. Maka syariat (Islam) mewajibkan mereka menunaikan amanah ini dengan mendidik mereka berdasarkan petunjuk (agama) Islam, serta mengajarkan kepada mereka hal-hal yang menjadi kewajiban mereka, dalam urusan agama maupun dunia. Kewajiban yang pertama (diajarkan kepada mereka) adalah: menanamkan ideologi (tentang) iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para Rasul, hari akhirat, dan mengimani takdir Allah yang baik dan buruk, juga memperkokoh (pemahaman) tauhid yang murni dalam jiwa mereka, agar menyatu ke dalam relung hati mereka. Kemudian mengajarkan rukun-rukun Islam pada diri mereka, (selalu) menyuruh mereka mendirikan shalat, menjaga kejernihan sifat-sifat bawaan mereka (yang baik), menumbuhkan (pada) watak mereka akhlak yang mulia dan tingkah laku yang baik, serta menjaga mereka dari teman pergaulan dan pengaruh luar yang buruk.

Inilah rambu-rambu pendidikan (Islam) yang diketahui dalam agama ini secara pasti (oleh setiap muslim), yang karena pentingnya sehingga para ulama menulis kitab-kitab khusus (untuk menjelaskannya)…Bahkan (metode) pendidikan (seperti) ini adalah termasuk petunjuk para Nabi dan bimbingan orang-orang yang bertakwa (para ulama salaf)”[29].

Lebih lanjut, syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin menekankan pentingnya masalah ini dalam ucapan beliau: “Anak-anak pada masa awal pertumbuhan mereka, yang selalu bersama mereka adalah seorang ibu, maka jika sang ibu memiliki akhlak dan perhatian yang baik (kepada mereka), (tentu) mereka akan tumbuh dan berkembang (dengan) baik dalam asuhannya, dan ini akan memberikan dampak (positif) yang besar bagi perbaikan masyarakat (muslim).

Oleh karena itu, wajib bagi seorang wanita yang mempunyai anak, untuk memberikan perhatian (besar) kepada anaknya dan juga kepada (upaya) mendidiknya (dengan pendidikan yang baik). Kalau dia tidak mampu melakukannya seorang diri, maka dia bisa meminta tolong kepada suaminya atau orang yang bertanggung jawab atas urusan anak tersebut…

Dan tidak pantas seorang ibu (bersikap) pasrah dengan kenyataan (buruk yang ada), dengan mengatakan: “Orang lain sudah terbiasa melakukan (kesalahan dalam masalah) ini dan aku tidak bisa merubah (keadaan ini)”.

Karena kalau kita terus menerus pasrah dengan kenyataan (buruk ini), maka nantinya tidak akan ada perbaikan, sebab (dalam) perbaikan mesti ada (upaya) merubah yang buruk dengan cara yang baik, bahkan merubah yang (sudah) baik menjadi lebih baik (lagi), supaya semua keadaan kita (benar-benar) menjadi baik.

Di samping itu, (sikap) pasrah pada kenyataan (buruk yang ada) adalah hal yang tidak diperbolehkan dalam syariat Islam. Oleh karena itulah, ketika Allah mengutus Nabi kepada kaumnya yang berbuat syirik (bangsa Arab jahiliyyah), yang masing-masing mereka menyembah berhala, memutuskan hubungan kekeluargaan, berbuat aniaya dan melampaui batas terhadap orang lain tanpa alasan yang benar, (pada waktu itu) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lantas (bersikap) pasrah (pada kenyataan yang ada), bahkan Allah sendiri tidak mengizinkan beliau (bersikap) pasrah pada kenyataan (buruk tersebut). Allah memerintahkan kepada beliau:

Maka sampaikanlah (secara terang-terangan) segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah (jangan pedulikan) orang-orang yang musyrik” (QS al-Hijr:94)”.

Penutup

Demikianlah, semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada para wanita muslimah, agar mereka menyadari mulianya tugas dan peran mereka dalam Islam, dan agar mereka senantiasa berpegang teguh dengan petunjuk-Nya dalam mendidik generasi muda Islam dan dalam urusan-urusan kehidupan lainnya.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

sumber : ustadz chandra









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails